Cross Column

Contoh Cross Column
Showing posts with label Dakwah. Show all posts
Showing posts with label Dakwah. Show all posts

October 25, 2016

Keutamaan Dzikir Subhanallah Wabihamdih Subhanallahil 'Adzim


Keutamaan zikir سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم

Subhanallah Wabihamdih Subhanallahil 'Adzim - Maha Suci Allah yang Maha Agung



Bukhari 5927

حَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ عَنْ عُمَارَةَ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ

Telah menceritakan kepada kami [Zuhair bin Harb] telah menceritakan kepada kami [Ibnu Fudlail] dari ['Umarah] dari [Abu Zur'ah] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Dua kalimat ringan dilisan, berat ditimbangan, dan disukai Ar Rahman yaitu Subhaanallahul'azhiim dan Subhanallah wabihamdihi."



Bukhari 6188

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ حَدَّثَنَا عُمَارَةُ بْنُ الْقَعْقَاعِ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa'id] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Fudhail] telah menceritakan kepada kami ['Umarah bin Qa'qa'] dari [Abu Zur'ah] dari [Abu Hurairah] menuturkan; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda: "Ada dua kalimat yang ringan di lisan, berat di timbangan, dan disukai Arrahman, Subhanallah wabihamdihi dan Subhaanallahul 'azhiim."


Bukhari 7008

حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ إِشْكَابٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَتَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

Telah menceritakan kepadaku [Ahmad bin Isykab] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Fudlail] dari ['Umarah bin Alqa'qa'] dari [Abu Zur'ah] dari [Abu Hurairah] radliyallahu'anhu, ia berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ada dua kalimat yang disukai Ar Rahman, ringan di lisan dan berat di timbangan, yaitu SUBHANALLAH WABIHAMDIHI dan SUBHAANALLAAHIL'AZHIIM."


Muslim 4860

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَأَبُو كُرَيْبٍ وَمُحَمَّدُ بْنُ طَرِيفٍ الْبَجَلِيُّ قَالُوا حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْلٍ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin 'Abdullah bin Numair] dan [Zuhair bin Harb] dan [Abu Kuraib] dan [Muhammad bin Tharif Al Bajali] mereka berkata; telah menceritakan kepada kami [Ibnu Fudhail] dari ['Umarah bin Al Qa'qa'] dari [Abu Zur'ah] dari [Abu Hurairah] dia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah bersabda: 'Dua kalimat yang ringan diucapkan tetapi berat timbangannya dan disenangi oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala Yang Maha Pengasih yaitu, Subhanallah wa bihamdihi subhaanallaahil azhim (Maha Suci Allah dengan segala pujian-Nya dan Maha Suci Allah Yang Maha Agung)."


Tirmidzi 3389

حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ عِيسَى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ بْنِ عَمْرِو بْنِ جَرِيرٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ

Telah menceritakan kepada kami [Yusuf bin Isa] telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Fudhail] dari ['Umarah bin Al Qa'qa'] dari [Abu Zur'ah bin 'Amr bin Jarir] dari [Abu Hurairah] radliallahu 'anhu ia berkata; Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam bersabda: "Dua kalimat yang ringan di lisan, dan berat dalam timbangan serta dicintai Allah yang Maha Pengasih, yaitu; SUBHAANALLAAHI WA BIHAMDIHI, SUBHAANALLAAHIL 'AZHIIM (Maha Suci Allah dan dengan memujiNya aku ada, Maha Suci Allah yang Maha Agung).abu Isa berkata; hadits ini adalah hadits hasan shahih gharib.


Ibnu Majah 3796

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

Telah menceritakan kepada kami [Abu Bakar] dan [Ali bin Muhammad] keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Fudlail] dari ['Amarah bin Al Qa'qa'] dari [Abu Zur'ah] dari [Abu Hurairah] dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dua kalimat yang ringan di ucapkan dengan lisan, berat dalam timbangan dan sangat di cintai oleh Dzat yang Maha pengasih adalah Subhanallah wa bihamdihi subhanallahil 'adzim (Maha suci Allah dan segala puji bagi-Nya, Maha suci Allah dan Maha Agung)."



Ahmad 6870

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ عُمَارَةَ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Fudlail] dari [Umaraoh] dari [Abu Zur'ah] dari [Abi Hurairah], dia berkata; Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Ada dua kalimat yang ringan diucapkan dengan lisan, berat di timbangan dan amat dicintai oleh Ar Rahman (Allah): SUBHAANALLAH WABIHAMDIH SUBHAANALLAHIL 'ADZIM."

Source : Pusat Kajian Hadis Al-Mughni Islamic Center Jakarta.
read more...

March 2, 2015

Menjaga Semangat Dakwah



Menjaga Semangat Dakwah

Assalamualaikum ustadz,

Ane termasuk pndatang baru dalam dunia dakwah, ilmu ane belum tinggi, tapi ane sudah tahu mengenai tuntutan dakwah ini ustadz, bahwa setiap muslim adalah wajib untuk bisa ber-amarma’ruf nahi munkar. Nah bagi orang yg sudah tahu kwjibanya, dan ia meniggalkannya kan dosa (iya kan?). Nah dari situ timbul masalahnya, ane tahu bahwa begitu luas medan dakwah dan bgitu terjalnya medan dakwah serta sulitnya melewati rintangan-rintangan di dalamnya, itu yang mendorong ane untuk terjun ke dunia dakwah, tapi ane belum punya dasar yang kuat, hapalan surat sedikit, ilmu fiqih, hadist-hadist banyak yang tidak tahu, terus ilmu manajemen organisasi juga kurang. Ane takut, karena tidak bisa menghadapi itu, terus pilihan ane adalah mundur dari dakwah (jangan sampai terjadi).

Pertanyaannya: bagaimana caranya menjaga semangat dakwah itu? jazakallah ustadz.

Waalaikumussalam Wr Wb



Da’wah atau menyeru kepada Allah swt merupakan sebuah kewajiban berdasarkan firman Allah swt :

ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An Nahl : 125)

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ
Artinya : “Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata,” (QS. Yusuf : 108)

Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Imran : 104)

Seorang da’i didalam melaksanakan kewajiban ini dituntut memiliki pengetahuan tentang keagamaan yang baik agar da’wahnya tidak jatuh kedalam kesalahan. Sebagaimana diketahui bahwa amal mengikuti ilmu dan ketika suatu amal tidak dibangun diatas landasan ilmu maka kerusakan yang ditimbulkannya akan lebih besar dari manfaat yang dihasilkannya.
Untuk itu seorang da’i diharuskan memahami pokok-pokok aqidah dan keislamannya lalu tsaqofah fikriyah sebagai bekal didalam da’wahnya.

Syeikh Mustafa Masyhur menyebutkan bahwa ada tiga tsaqofah fikriyah yang harus dimiliki seorang da’i :
1. Memahami islam secara betul dan menyeluruh yang memungkinkan dia dapat melaksanakan islam dengan pelaksanakan yang benar terhadap dirinya, dan dengan itu pula dia dapat menyampaikan islam dengan baik kepada orang lain. Dia mampu melaksanakan islam dan menyampaikan secara total, murni dan orisinil.
2. Para da’i mesti mengetahui kondisi dan situasi dunia islam dahulu dan sekarang, mengenal musuh-musuh islam dan mengetahui cara dan tindak-tanduknya. Dia juga harus mengetahui peristiwa-peristiwa aktual yang mempengaruhi kondisi kaum muslimin dari dekat atau jauh. Mengetahui siapakah golongan yang bekerja di bidang da’wah islam, kecenderungan dan cara-cara mereka, bagamana bentuk kerja sama yang perlu dibuat bersama-sama dengan mereka, dan persoalan-persoalan lain yang patut diketahui oleh orang-orang yang aktif dalam gerakan islam.
3. Para da’i harus menyampaikan untuk memantapkan spesialisasi ilmu yang berkaitan dengan urusan hidup manusia seperti : ilmu kedokteran, teknik, pertanian, ekonomi, perusahaan dan lain-lainnya.

Oleh karena itu bagi seorang kader aqdah ia harus berusaha memperbaiki dan meningkatkan spesialisasi ilmu yang dimilikinya secara professional agar dia mendapat tempat dalam masyarakat dan dapat mengisi tempat-tempat kosong pada saat kita membangun dan menegakkan daulah islamiyah. Patut di sini disebutkan bahwa sebagian besar ilmu pengetahuan modern sekarang ini telah dipelopori oleh para cendekiawan muslim zaman dahulu. Karena agama islam mendorong umatnya untuk mencari ilmu dan belajar serta dapat menghubungkan ilmunya dengan al Kholik.
Tentunya mustahil bagi seseorang mencapai tingkat kesempurnaan didalam keilmuannya dikarenakan luasnya ilmu Allah swt. Dengan begitu hendaklah setiap dai menyampaikan apa-apa yang telah diketahuinya secara baik kepada orang-orang yang belum mengetahuinya, dan inilah hakekat dari da’wah. Dan dilarang bagi setiap da’i untuk menyampaikan sesuatu yang belum diketahui ilmunya secara baik khawatir terjatuh didalam kasalahan berdasarkan keumuman hadits Rasulullah saw,”Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat.” (HR. Bukhori) Satu ayat yang betul-betul diketahinya secara baik adalah amanah yang ada di pundaknya untuk disampaikan kepada orang-orang yang belum mengetahui satu ayat tersebut.
 
Turun naik atau berkurangnya semangat didalam sebuah amal islami adalah sesautu yang biasa sebagaimana keimanan yang memiliki masa-masa naik dan masa-masa turun. Akan tetapi yang tidak diperbolehkan adalah ketika hilang sama-sekali semangat untuk beramal islami, sabda Rasulullah saw,”Setiap amal mempunyai masa semangat (syirroh) dan setiap masa semangat terdapat pula masa turun semangat (fatroh). Barangsiapa yang masa lemah semangatnya masih berada pada sunnahku maka ia telah mendapat petunjuk. Dan barangsiapa yang masa lemah semangatnya berada pada selainnya maka ia celaka” (HR. Ahmad)

Diantara hal-hal yang bisa digunakan didalam menjaga semangat berdakwah adalah :
1. Mengetahui secara baik akan keutamaan da’wah diantara aktivitas-aktivitas lainnya di sisi Allah swt, sebagaimana firman Allah swt :

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Artinya : “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS. Fushilat : 33)

Sabda Rasulullah saw,”Seandainya Allah memberikan hidayah kepada seseorang melalui dirimu maka hal itu lebih baik bagimu daripada onta merah.” (HR. Bukhori dan Muslim)

2. Menyadari bahwa Allah hanya memerintahkan kepada kita untuk menyampaikan kepada manusia dan tidak membebankan kita agar mereka semua menerima da’wah kita karena urusan hati manusia beada didalam genggaman Allah swt, sebagaimana sabda,”Sesungguhnya hati manusia berada diantara dua jemari dari jari jemari Yang Maha Pengasih dan Dia lah yang membolak-balikkannya.” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

Artinya : “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al Qoshosh : 56)

Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan setiap amal da’awiy seseorang meskipun hanya sedikit dari manusia yang menerima dan menyambut da’wahnya.

3. Hendaklah didalam menegakkan kewajiban berda’wah ini tidak sendirian akan tetapi berada didalam suatu barisan atau jama’ah, bersama orang-orang yang berjuang menegakkan agama Allah di muka bumi ini sepanjang pagi dan petang, yang kehidupan mereka betul-betul diberikan untuk kejayaan islam dan kaum muslimin, orientasi perjuangannnya adalah kebahagian akherat bukan kenikmatan dunia yang sering kali menipu manusia. Sabda Rasulullah saw,”Tangan Allah bersama jama’ah.” (HR. at Tirmidzi)

Dengan merekalah kita bisa berbagi perasaan suka dan duka didalam lapangan da’wah yang menjadi bunga-bunganya yang kelak akan kita cium harumnya di surga Allah swt.

Wallahu A’lam

[disalin dari rubrik ustad menjawab di Eramuslim. image.]

other link :
Dakwah untuk Pemula
read more...

February 21, 2010

Generasi Rabbani

Generasi Rabbani

Generasi Rabbani didalam Islam menjadi suatu cita-cita luhur para penempuh jalan cinta, jalan yang penuh lika-liku onak serta duri, jalannya para nabi yang mengajak kepada Rabb-nya. Sebuah ungkapan yang menjadi sebuah ciri yang melekat juga kepada orang-orang yang hatinya tertaut kepada Al Quran. Ungkapan yang juga menjadi motto sebuah yayasan yang cukup ternama di bilangan Jakarta Selatan. Yayasan itu bernama El Fawaz Generasi Rabbani. Cita-cita dan semangat yang dibawa yayasan ini terinspirasi oleh Al Quran. Lalu yang menjadi pertanyaan, apa sih makna dari Generasi Rabbani itu sendiri? Sampai-sampai sebuah yayasan menamakannya dengan slogan itu.

Kalau ditelisik lebih mendalam tentang kata Generasi Rabbani sebenarnya sudah ada dalam Al Quran di surat Al Imron : 79.

مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَن يُؤْتِيَهُ اللّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُواْ عِبَاداً لِّي مِن دُونِ اللّهِ وَلَـكِن كُونُواْ رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنتُمْ تَدْرُسُونَ



yang artinya : "Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. " (QS 3:79)

Jika menurut para ulama yand dimaksud orang- orang Rabbani disini adalah orang yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah Swt. Sempurna ilmu disini adalah dalam hal ilmu keIslamannya, ilmu Islam yang luas mencakup Tauhid sikap kita terhadap Allah Swt hingga ilmu muamallah sikap kita saat berhubungan dengan sesama manusia. Maka yang dikatakan generasi Rabbani itu adalah orang yang hatinya cinta kepada Al Quran. Setiap tingkah lakunya mencerminkan Al Quran. Amalan dan kegiatan yang dilakukannya selalu didasari oleh ilmu, dan pastinya apapun yang dikerjakannya hanya mencari ridho Allah semata. Pencari ilmu itu terbagi menjadi tiga bagian, dan orang Rabbani berada pada tingkatan tertinggi para pencari ilmu. Yang lain adalah yang mencari ilmu untuk kejayaan ataupun kesuksesannya, dan orang yang mencari ilmu untuk sesuatu yang buruk. Maka bisa dikatakan bahwa Generasi Rabbani itu adalah Generasi Qurani, generasi yang mencintai Al Quran, mempelajari Al Quran dan mengajarkan Al Quran. Senantiasa hatinya selalu tertaut kepada Al Quran, sehingga hatinya pun cinta kepada Sang Rabb, Allah azzawajalla.

Selain cita-cita, harapan dan impian umat muslim, menjadi seorang yang mendalam ilmunya dan mencintai Al Quran ini harus tertanam dalam diri kita setiap muslim. Sehingga membentuk karakter yang berbeda dari umat yang lainnya. Rabbani dan Qurani menjadi karakter yang bisa merubah kejahiliyahan menjadi sesuatu yang lebih baik, mungkin terbaik, menjadi terang baik secara Islam dan baik dimata manusia. Generasi Rabbani, bukanlah sesosok manusia yang ketika dia bertaqwa dan berilmu lebih dia menjadi orang yang tidak mau tau dengan keadaan sekelilingnya. Hatinya akan lebih peka terhadap kondisi sekelilingnya. Dia tidak akan rela melihat kejahilan di sekitarnya. Hidupnya baik, dan ingin lingkungan dan masyarakat yang berada disekitarnya ikut tertular menjadi baik. Dengan begitu jika dilihat dalam cakupan yang lebih luas maka jika negara kita tertular yang namanya virus rabbani dan seluruh umat muslim menjadi Generasi Rabbani, Insya Allah tidak akan menutup kemungkinan kebaikan akan merubah keadaan moral bangsa ini.

Cita-cita inilah yang seharusnya menjadi pegangan bagi para juru dakwah, mencintai Quran sebagai sumber ilmu yang utama, dan mencintai Allah sebagai wujud ketaqwaan yang nyata. Cita-cita menjadi sesosok rabbani ini harus menjadi semangat dakwah untuk pemula, yang merasa dirinya baru terjun dijalan dakwah maka pelajarilah Al Quran dan ajarkanlah Al Quran seluas-luasnya. Insya Allah cita-cita besar akan terwujud, dan ini bukanlah sebuah mimpi belaka untuk membentuk sosok Generasi Rabbani.
read more...

February 18, 2010

Wahai Da'i, Pijakkan Kakimu Di Bumi!



Wahai Da’i, Pijakkan Kakimu Di Bumi! Seruan itulah yang senantiasa terngiang dan acap kali menampar-namparku ketika Pak Agus tengah membawakan salah satu materi pada sebuah daurah dakwah kampus. Wahai da’i, pijakkan kakimu di bumi! Apabila yang telah kulakukan selama ini bisa disebut sebagai dakwah, kupikir selama itu pula aku telah salah arah. Ketika dakwah yang otomatis berada di pundakku karena aku seorang muslim ini, kurasakan sebagai beban, terseok-seok, seringkali membuatku sakit secara fisik dan psikis, itu pun karena aku telah salah arah. Aku begitu “melangit”.

Ternyata dakwah adalah seni. Begitu indah bila semua komponen yang berbeda-beda itu bersatu membentuk satu harmoni yang selaras. Pada sebuah lukisan berbagai macam warna bersatu dalam satu kanvas. Tentu saja merah berbeda dengan hijau, biru, hitam, atau pun kuning. Coba bayangkan bila dalam satu kanvas hanya terdapat satu warna… Alangkah buruknya lukisan itu (ini mataku yang melihat, dan aku bukanlah seorang ahli di bidang lukisan). Senar gitar bergetar dengan getaran yang berbeda, menghasilkan nada-nada yang berbeda pula walaupun dalam sebuah lagu yang sama.

Filosofi menerima perbedaan inilah yang membuat “dakwah” tidak lagi sebagai monster yang menakutkan di mataku. Betapa naifnya bila ada orang-orang yang mengaku sebagai da’i, mengukur kadar keimanan seseorang dari seberapa lebar jilbabnya, tanda hitam di dahinya, jenggot dan celananya yang ngatung, majalah yang ia baca, bahasa yang dipakainya sehari-hari bahkan partai apa yang menjadi pilihannya pun dapat menjadi “ukuran” betapa ia adalah “saudara” kita atau bukan. Seperti betapa naifnya diriku beberapa waktu yang lalu. Apakah kadar keimanan seseorang itu dapat terjamin dengan model tarbiyah yang sama, misalnya? Adakah tanda tidak beriman di wajahnya apabila ia tidak memakai sistem tarbiyah yang serupa dengan kita? Sampai saat ini fenomena seperti itu masih banyak sekali kita temui…atau mungkin justru sudah mengerak di dalam diri kita masing-masing?

Wahai da’i, pijakkan kakimu di bumi! Jangan menghakimi, tebarkan saja keindahan Islam melalui dirimu, senyummu, matamu, lisanmu, sekujur tubuhmu. Sehingga apabila kau berjalan, tersenyum, melihat, bertutur kata…sanggup mengingatkan orang lain pada Allah, sanggup memperlihatkan bahwa sesungguhnya Islam itu indah, tidak arogan, begitu lemah lembut dan menghargai keunikan pribadi. Apabila kita seorang petani durian, kupikir, kita tidak usah repot-repot berteriak, menggembar-gemborkan bahwa buah durian yang kita bawa ini matang dan manis. Kita tinggal mengikuti petunjuk insinyur pertanian yang mengajarkan dan mencontohkan bagaimana supaya bibit unggul yang kita punya itu dapat berbuah dengan baik, optimal, dan berkualitas tinggi. Selanjutnya, walaupun kita hanya duduk di pinggir jalan, orang lain pun akan berdatangan dengan sendirinya karena telah mencium bau durian dari kejauhan. Saat mereka mencicipi buah durian yang kita bawa dan merasakan kepuasan, merekalah yang akan menyebarluaskan betapa enaknya durian dagangan kita. Bahkan bila ada yang tidak sempat, sedang diet barangkali, atau pernah punya pengalaman buruk dengan buah durian, bau wangi yang tercium pastilah takkan luput dari ingatannya. Mungkin di lain waktu, lain kesempatan, lain pedagang, dia akan menerima dan mengakui betapa enaknya durian yang berkualitas seperti ini.

Begitu pula dalam berdakwah. Tak usahlah kita teriak-teriak mengatakan bahwa Islam itu indah, Islam itu bersih, Islam itu begini dan begitu. Buat saja diri kita seperti yang (ingin) kita sampaikan. Kupikir, bahasa tubuh dan bahasa jiwa jauh lebih banyak kosakatanya ketimbang kosakata yang tersedia.

Kemarin, saat mendengar penuturan Pak Agus, aku terhenyak. Betapa sisa waktu yang kumiliki tidaklah banyak. Misi yang kubawa, janji yang kuucapkan di hadapan Rabbku, belumlah tertunaikan dengan baik. Dan itu semua terbatas dengan waktu. Setiap detik yang berlalu telah menyeretku semakin dekat dengan kuburku. Setiap detik yang terlewat memaksaku selalu ingat masa dimana malaikat Izrail datang menyapaku. Ah, bagaimanakah rupaku saat itu? Tersenyumkah atau menangis tersedu-sedu?

Allah menciptakanku sebagai manusia dan menempatkanku di bumi ini. Tugasku beribadah pada-Nya, menyembah-Nya, dan Menyucikan-Nya. Sebagai sarananya, Allah menciptakan alam semesta yang senantiasa tunduk dan taat pada-Nya. Tumbuh berkembang sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan sang Rabb Yang Maha Berkuasa atas apapun juga. Bergerak dinamis mengikuti perubahan yang terjadi. Namun sekali lagi, semua itu terbatas dengan waktu. Kematian telah mengintai di setiap detik yang kulalui. Matanya yang tajam menatapku selalu… menanti saatnya aku kembali.

Begitu pula halnya dengan dakwah kampus. Ada misi yang ku emban disini. Misiku adalah menularkan kebahagiaan hidup bersama Islam kepada orang lain. Misiku adalah membantu orang lain meningkatkan kualitas pribadinya. Misiku adalah menjadikan diri ini bermanfaat sebanyak-banyaknya, seluas-luasnya bagi orang lain tanpa mereka mengenalku secara pribadi. Misiku adalah mendorong orang lain (dan diriku sendiri) untuk bergerak secara konstan menuju titik kesempurnaan. Misiku adalah menebarkan pesona Islam. Aku baru tersadar (saat ini, ketika aku sedang menulis) bahwa misi yang kuemban tidaklah sekedar “menghijaukan” kampus. Bukanlah sekedar rutinitas belaka. Bukanlah sebuah “keterikatan” yang menyesakkan dada. Atau kepatuhan semu yang memuakkan. Ternyata misi yang kuemban di kampus ini dan saat ini, lebih jauh jangkauannya ke masa depan. Melesat tiada terkejar bahkan oleh angan-angan.

Misi besarku adalah menebar benih Laa ilaha ilallah di setiap hati manusia. Pada hati yang subur dan gembur, hati yang kering kerontang, atau hati yang penuh ilalang. Semuanya berhak akan pesona dan keindahan benih itu. Kalaupun benih itu tidak tumbuh di hadapanku atau bahkan aku mati kehausan di padang gersang dan tercekik ilalang, kuyakin suatu saat nanti benih yang kutanam akan tumbuh juga. Suatu hari kelak bila saatnya tiba, bila benih itu menemukan tempat yang lebih baik. Bukankah sebuah tempat itu selalu tumbuh berkembang dan senantiasa bergerak dinamis?

Namun sekali lagi langkahku terbentur oleh terbatasnya waktu. Walau cita-cita dan harapanku telah melesat jauh, kakiku terikat oleh waktu. Sisa waktuku tak lama lagi. Aku akan segera mati atau pergi. Bila aku mati, kesempatanku dalam beramal selesailah sudah. Bila aku pergi, babak baru dalam hidupku telah dimulai. Jadi, segalanya harus direncanakan dengan baik dan matang. Berpijak di bumi dan menjadi rahmat bagi semesta alam, itulah tugas yang kita emban. Kita adalah da’i bahkan sejak kita dilahirkan dan menangis untuk pertama kali. Sekian.

By : Devi Ayu

PS : Tulisan ini saya full kopi paste, saya dapat dari artikel lama. Dan sepertinya tulisan ini belum ada yang menuliskannya di dunia maya. Saya sertakan nama sang penulis artikel ini. Kenapa saya kopi tulisan ini? karena setelah membacanya saya merasa tulisan akan sangat memotivasi untuk orang-orang yang bergerak dijalan dakwah. picture from.
read more...

Dakwah untuk Pemula



Dakwah untuk pemula itu bagaimana sih? Pernah saya ditanya seperti itu, sebenernya saya juga sering bertanya seperti itu. Mencari jawaban bagaimana dakwah yang baik tapi dari segi pendakwahnya atau da'i nya masih dikatakan baru terjun di dunia dakwah. Pertanyaan seperti ini sebenarnya bisa di jawab dengan mudah tetapi juga harus tepat. Oke kita coba telah satu persatu dari pertanyaan tersebut antara dakwah dan pemula, sebenernya kurang enak didengar kalau dikatakan pemula, kita ganti saja dengan orang yang baru terjun kedunia dakwah jadi lebih enak didengar. Oke.

Dakwah sendiri adalah menyampaikan kebaikan atau menyeru kepada Allah Swt. Dan perintah berdakwah sendiri tercantum di dalam Al Quran surat Al Hajj 67 :

لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكاً هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُّسْتَقِيمٍ
yang artinya : "Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syariat tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syariat) ini dan serulah kepada (agama) Rabbmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus." (QS 22 : 67)

Lalu pada surat An Nahl 125 :

ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
yang artinya : "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." (QS 16 : 125)

Dan pada surat Al Imran 104 :


وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
yang artinya : "Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, mereka adalah orang-orang yang beruntung." (QS 3:104)

Jadi memang sudah disebutkan apa sih definisi dakwah itu, ya kira-kira sesuai dengan ayat-ayat yang telah disebutkan diatas. Intinya memang menyampaikan manusia agar mengikuti syariat dan jalan Allah Swt. Bagaimana kita mengajaknya? yang pastinya kita mengajak dengan dengan memberikan pengajaran tarbiyah dan pastinya cara yang yang baik. Sudah pasti untuk mengajak ke arah yang baik ya caranya pun harus baik. Tujuannya apa sih? ya itu tadi mengajak umat manusia kepada yang ma'ruf, amal-amal baik yang diperintahkan Allah Swt. Tujuan lainnya mencegah manusia itu dari hal yang munkar, keburukan yang disebabkan oleh tingkah laku manusia itu sendiri.

Dari definisi tentang dakwah sendiri sudah jelas bahwa sang da'i itu harus menyampaikan sesuatu. Sesuatu itu pastinya yang baik, kebaikan yang diperintahkan Allah Swt yang telah di wahyukan melalui nabi Muhammad Saw untuk manusia dan sekalian alam. Nah bagaimana seorang da'i bisa dengan percaya diri menyampaikan kepada orang lain? Pastinya dia harus belajar. Iya, belajar. Seseorang jika ingin menyampaikan sesuatu apapun itu pastinya dia harus mengetahui ilmunya. Orang ingin bisa mengendarai mobil saja harus mengetahui ilmunya. Suatu amalan pasti ada ilmunya. Begitu pula dengan dakwah. Belajar dari mana? Dari mana saja. Kalau dalam hal ilmu-ilmu Islam pastinya banyak sumbernya apalagi saat ini. Banyak majelis ilmu yang dibuka untuk umum, apalagi di masjid-masjid. Atau kita bisa secara langsung belajar melalui ustad-ustad. InsyaAllah ilmu dari mereka pasti berguna untuk kitar pribadi dan orang lain. Belajar, jangan malu-malu, serap ilmunya. Yang tak kalah penting banyak membaca. Khususnya buku Islam atau pun baca majalah surat kabar Islam untuk mengupdate berita terbaru dunia Islam. Semuanya bisa diangkat dijadikan materi dakwah kita.

Karena dakwah itu luas maka ilmu yang kita gunakan untuk berdakwah itu juga sangat luas. Jangan khawatir kehabisan ilmu untuk berdakwah, segala sesuatu yang baik sesuai dengan Al Quran dan Hadist itu insya Allah bisa berguna untuk kita sampaikan kepada orang lain. Karena itu seorang da’i diharuskan memahami pokok-pokok aqidah dan keislamannya lalu tsaqofah fikriyah atau pemahaman berpikir sebagai bekal di dalam da’wahnya.

Syeikh Mustafa Masyhur menyebutkan bahwa ada tiga tsaqofah fikriyah (pemahaman berpikir) yang harus dimiliki seorang da’i :
  1. Memahami islam secara betul dan menyeluruh yang memungkinkan dia dapat melaksanakan islam dengan pelaksanakan yang benar terhadap dirinya, dan dengan itu pula dia dapat menyampaikan islam dengan baik kepada orang lain. Dia mampu melaksanakan islam dan menyampaikan secara total, murni dan orisinil.
  2. Para da’i mesti mengetahui kondisi dan situasi dunia islam dahulu dan sekarang, mengenal musuh-musuh islam dan mengetahui cara dan tindak-tanduknya. Dia juga harus mengetahui peristiwa-peristiwa aktual yang mempengaruhi kondisi kaum muslimin dari dekat atau jauh. Mengetahui siapakah golongan yang bekerja di bidang da’wah islam, kecenderungan dan cara-cara mereka, bagamana bentuk kerja sama yang perlu dibuat bersama-sama dengan mereka, dan persoalan-persoalan lain yang patut diketahui oleh orang-orang yang aktif dalam gerakan islam.
  3. Para da’i harus menyampaikan untuk memantapkan spesialisasi ilmu yang berkaitan dengan urusan hidup manusia seperti : ilmu kedokteran, teknik, pertanian, ekonomi, perusahaan dan lain-lainnya. Oleh akrena itu bagi seorang kader aqdah ia harus berusaha memperbaiki dan meningkatkan spesialisasi ilmu yang dimilikinya secara professional agar dia mendapat tempat dalam masyarakat dan dapat mengisi tempat-tempat kosong pada saat kita membangun dan menegakkan daulah islamiyah. Patut di sini disebutkan bahwa sebagian besar ilmu pengetahuan modern sekarang ini telah dipelopori oleh para cendekiawan muslim zaman dahulu. Karena agama islam mendorong umatnya untuk mencari ilmu dan belajar serta dapat menghubungkan ilmunya dengan al Kholik.
Maka dari itu seorang da'i itu harus selalu mau dan tidak boleh malas untuk mengupgrade ilmu. Karena dakwah yang luas itu hanya bisa dilakukan jika kita memiliki ilmu yang luas. Walaupun ilmu Allah yang sangat luas, bukan berarti kita menyerah tidak mau belajar memahami sesuatu, atau berhenti menjadi seorang juru dakwah dipertengahan jalan. Lalu bagaimana jika ada suatu hal yang kita tidak ketahui ilmunya, apakah boleh kita menyampaikannya? Kembali kepada pernyataan sebelumnya bahwa amal harus disertai ilmu, karena jika tidak disertai ilmu maka kerusakan yang terjadi bisa jadi lebih kecil dari pada manfaatnya. Harus berhati-hati menyampaikan yang kita tidak ketahui, lebih baik kita jujur mengatakan bahwa tidak tahu.

Jika kita sudah memasuki jalan dakwah ini, jalan yang dilalui para nabi, jangan pernah menyerah walaupun aral merintang. Baik faktor internal atau eksternal. Mungkin bahasan disini lebih bagaimana mempersiapkan diri dari faktor internal. Jangan karena kita merasa ilmu kita sedikit lalu membuat diri kita jadi tidak percaya diri, ujung-ujungnya malah tidak berdakwah. Jangan sampai begitu. Karena pasti ada satu ayat yang sangat melekat dihati dan pikiran kita. Pahami yang sedikit itu dengan sepenuhnya. Seperti hadist Nabi, ”Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat.” (HR. Bukhori). Satu ayat yang betul-betul diketahinya secara baik adalah amanah yang ada di pundaknya untuk disampaikan kepada orang-orang yang belum mengetahui satu ayat tersebut. Sepertinya untuk seorang muslim bisa kok memahami dari satu ayat, Al Fatihah aja yang kita selalu baca tiap hari minimal 5 kali sehari sudah ada 7 ayat. Itu sudah luar biasa. Lebih baik kita memahami yang sedikit tapi dan disampaikan kepada orang, daripada kita paham banyak ilmu tapi tidak menyampaikannya.

Jadi untuk para da'i yang baru terjun di dunia dakwah, biasanya para aktifis dakwah sekolah atau aktifis dakwah kampus, niatkanlah dakwah hanya untuk Allah semata. Biarkan yang lainnya yang kita dapat dari berdakwah itu adalah bonus dari Allah. Jangan harapkan bonusnya. Yang harusnya menjadi pengharapan para pendakwah adalah ridho Allah semata. Dakwah untuk pemula atau yang bukan, semuanya sama bertujuan menyampaikan risalah Allah. Ilmu yang kita cari, itu untuk Allah. Dan ilmu atau pelajaran yang kita berikan untuk umat manusia juga untuk Allah saja. Insya Allah dakwah akan terasa nikmat apapun yang menghadang jika kita niatkan hanya untuk Allah semata. Insya Allah saya juga bukan seorang ustad yang memiliki banyak ilmu, saya juga masih banyak belajar dan ingin berbagi. Insya Allah segala sesuatu yang kita sampaikan untuk orang lain dan yang kita sampaikan itu berguna dan orang itu menyampaikannya kepada orang yang lain lagi, akan ada balasannya dari Allah. Amin.

- http://quran.kawanda.net/
- http://id.wikipedia.org/wiki/Amar_ma'ruf_nahi_munkar




read more...